Postingan

TATACARA MENUNTUT ILMU MENURUT RASULULLAH SHALLALLAHU'ALAIHI WASALLAM

Syaikh Bakr Abu Zaid  rahimahullah  dalam kitabnya  Hilyah Thalibil ‘Ilmi  menerangkan bahwa ilmu itu ibadah. Maka harus memenuhi dua syarat ibadah, yaitu iklash dan mutaba’ah (sesuai dengan contoh rasulullah). Di antara metode dalam menuntut ilmu adalah sebagaimana sabda Nabi  shallallahu alaihi wasallam  berikut: نضَّر الله امرأً سَمِع مقالتي فوَعَاها وحَفِظها وبَلَّغها، فرُبَّ حامل فِقْه إلى مَن هو أفقه منه، “ Semoga Allah memberikan cahaya kepada wajah orang yang mendengarkan sabdaku lalu ia memahaminya lalu menghafalnya lalu menyampaikannya. Banyak orang yang menyampaikan ilmu kepada orang yang lebih paham darinya ” (HR At-Tirmidzi). Hadits ini mutawatir. Hadits tersebut diriwayatkan oleh sekitar dua puluh orang sahabat.  Perhatikanlah, Dalam hadits ini Nabi menyebutkan metode menuntut ilmu: 1. Mendengar. 2. Memahami. 3. Menghafal. 4. Menyampaikan. Oleh karena itu, sebagian ulama berkata, “Awal ilmu adalah husnul istimaa’, yaitu mendengar dengan baik.

DIMANA ALLAH ?

Barangkali ada yang bertanya, di mana Allah? Allah di atas sana, di atas langit, di atas seluruh makhluk-Nya. Jawaban di atas menjadi kata sepakat ulama. Para ulama telah sepakat bahwa Allah menetap tinggi di atas ‘Arsy-Nya. Allah berada di ketinggian di atas langit sana, bukan berada di muka bumi. Allah berada di atas seluruh makhluk-Nya, bukan di mana-mana. Berikut kami buktikan keyakinan di atas berdasarkan kata sepakat para ulama. 1- Kata Ijma’ Ulama ‘Abdurrahman bin Abi Hatim berkata, ayahku menceritakan kepada kami, ia berkata aku diceritakan dari Sa’id bin ‘Amir Adh Dhuba’i bahwa ia berbicara mengenai Jahmiyah. Beliau berkata, الجهمية فقال هم شر قولا من اليهود والنصارى قد إجتمع اليهود والنصارى وأهل الأديان مع المسلمين على أن الله عزوجل على العرش وقالوا هم ليس على شيء “Jahmiyah lebih jelek dari Yahudi dan Nashrani. Telah diketahui bahwa Yahudi dan Nashrani serta agama lainnya bersama kaum muslimin bersepakat bahwa Allah ‘azza wa jalla menetap tinggi di atas ‘Ars
Perhatikan Adab dan Akhlakmu Wahai Penuntut Ilmu Sebuah nasihat yang sangat bagus bagi kaum muslimin khususnya bagi para penuntut ilmu agama. Ilmu agama yang mulia ini hendaknya selalu digandengkan dengan akhlak yang mulia. Terlebih para da‘i yang akan menyeru kepada kebaikan dan menjadi sorotan oleh masyarakat akan kegiatan keseharian dan muamalahnya. Nasehat tersebut dari seorang ulama yaitu syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin  rahimahullah , beliau berkata, طالب العلم : إذا لم يتحل بالأخلاق الفاضلة فإن طلبه للعلم لا فائدة فيه “Seorang penuntut ilmu, jika tidak menghiasi diri dengan akhlak yang mulia, maka tidak ada faidah menuntut ilmunya.”[1] Memang demikian contoh dari para ulama sejak dahulu, mereka sangat memperhatikan adab dan akhlak. Jangan sampai justru dakwah rusak karena pelaku dakwah itu sendiri yang kurang adab dan akhlaknya. Ulama dahulu benar-benar mempelajari adab dan akhlak bahkan melebihi perhatian terhadap ilmu. Abdullah bin Mubarak  rahimahullah  ber

ADAB MENUNTUT ILMU

Adab Penuntut Ilmu Adalah Mendatangi Sumber Ilmu Adab menuntut ilmu di zaman ini yang mungkin mulai hilang adalah mendatangi sumber ilmu yaitu mendatangi majelis ilmu. Tidak heran, karena di zaman ini dengan kemajuan teknologi, internet dan sosial media, manusia sangat mudah mendapatkan ilmu. Ada broadcast harian ilmu agama yang datang tiap hari kepada kita. Ada pelajaran jarak jauh via sosmed dan video-video kajian via youtube yang sangat banyak. Kita bersyukur ada media-media ini karena sangat bermanfaat bagi mereka yang jauh tempat tinggalnya dari majelis ilmu atau di daerahnya sangat sulit mendapatkan majelis ilmu, akan tetapi bagi mereka yang mudah mendapatkan majelis ilmu atau rumahnya dekat dengan majelis ilmu, sebaiknya lebih banyak menuntut ilmu di majelis ilmu dibandingkan melalui internet dan sosial media. Ilmu itu kita datangi ke majelis ilmu, bukan ilmu yang mendatangi kita melalui pesan broadcast, sharing di grop-grop sosial media. Ulama dahulu menjelaskan, ﺍﻟﻌﻠﻢ ﻳ

SUMBER RUJUKAN DALAM MENAFSIRKAN DAN MEMAHAMI AL-QURAN (Bagian 5)

Rujukan Kelima: Makna Syar’i atau Bahasa (Arab) yang Ditunjukkan oleh Kata-Kata dalam Al-Qur`an Sesuai dengan Konteks Kalimatnya Makna Syar’i atau bahasa (Arab) yang terkandung dalam sebuah ayat merupakan salah satu rujukan dalam menafsirkan Al-Qur`an, karena Allah Ta’ala berfirman, إِنَّا أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِتَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ بِمَا أَرَاكَ اللَّهُ ۚ وَلَا تَكُنْ لِلْخَائِنِينَ خَصِيمًا “ Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran,  supaya kamu mengadili di antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu,  dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat”  (QS.An-Nisa’: 105). إِنَّا جَعَلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ “ Sesungguhnya Kami menjadikan Al-Qur`an dalam  bahasa Arab  supaya kamu memahami(nya)”  (QS.Az-Zukhruf: 3). وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ رَسُولٍ إِلَّا بِلِسَانِ قَوْمِهِ لِيُبَيِّنَ لَهُمْ ۖ فَيُضِلُّ اللَّه

SUMBER RUJUKAN DALAM MENAFSIRKAN DAN MEMAHAMI AL-QURAN (Bagian 4)

Rujukan Keempat: Ucapan Tabi’in  rahimahumullah  yang Mengambil Ilmu Tafsir dari Sahabat  radhiyallahu ‘anhum Ucapan Tabi’in  rahimahumullah  tersebut merupakan salah satu rujukan tafsir Al-Qur`an karena para tabi’in adalah sebaik-baik manusia setelah para sahabat  radhiyallahu ‘anhum  yang paling terpercaya dalam mencari kebenaran, dan paling selamat dari hawa nafsu, serta bahasa Arab di masa tabi’in belumlah banyak mengalami perubahan. Oleh karena itu, mereka itu lebih dekat kepada kebenaran dalam memahami Al-Qur`an dibandingkan generasi setelah mereka. Beberapa nama Tabi’in  rahimahumullah  yang masyhur dengan ilmu Tafsirnya, dan nama-nama mereka menghiasi kitab-kitab Tafsir, di antaranya yaitu: Penduduk Mekkah: Mereka ini adalah murid-murid  mufassir,  Ibnu Abbas  radhiyallahu ‘anhu,  seperti Mujahid, Ikrimah, dan Atha` bin Abi Rabah  rahimahumullah. Penduduk Madinah: Mereka adalah murid-murid  mufassir  Ubay bin Ka’b  radhiyallahu ‘anhu , seperti Zaid bin Aslam, A

SUMBER RUJUKAN DALAM MENAFSIRKAN DAN MEMAHAMI ALQURAN (Bagian 3)

Rujukan Ketiga: Ucapan Sahabat radhiyallahu anhum. Ucapan sahabat radhiyallahu ‘anhum merupakan salah satu rujukan tafsir Al-Qur`an, apalagi orang-orang yang dikenal sebagai ulama tafsir di kalangan mereka. Alasannya, karena Al-Qur`an diturunkan dengan bahasa mereka dan pada masa mereka. Di samping itu juga dikarenakan -setelah para nabi alaihimush shalatu was salam- merekalah orang-orang yang paling terpercaya dalam mencari kebenaran, paling selamat dari hawa nafsu, dan paling suci dari segala penyimpangan yang menghalangi seseorang dari mendapatkan kebenaran. As-Suyuthi rahimahullah menyebutkan beberapa nama sebagian sahabat radhiyallahu ‘anhum yang terkenal keahliannya dalam menafsirkan Al-Qur`an, nama-nama mereka masyhur tercatat di kitab-kitab tafsir, diantaranya adalah empat Al-Khulafa` Ar-Rasyidin, yaitu Abu Bakar Ash-Shiddiq, ‘Umar bin Al-Khaththab, Utsman bin Affan, dan ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhum, hanya saja riwayat tafsir dari ketiga orang yang pertama disebut